Anggota Koptasku berdiskusi di kantor koperasi |
BAGI yang besar di awal 90-an, tentu mengenal betul organisasi ekonomi di tingkat desa ini. Namanya KUD. Koperasi Unit Desa, begitu kepanjangannya. Koperasi ini ada di setiap desa.
KUD menjadi “rumah” bagi para petani. Ibarat keluarga yang semua kebutuhannya tercukupi di rumah itu. Kebutuhan pupuk hingga obat-obatan untuk tanaman tersedia di KUD. Bagi petani yang cekak modal, KUD adalah solusinya. Mereka bisa mengajukan pinjaman pupuk atau obat hama, dibayar ketika panen tiba.
Tak berhenti di situ, KUD melebarkan unit usaha mulai membuka toko kelontong, jasa foto copy, hingga pembayaran rekening listrik. Setidaknya itu yang ada di ingatan saya tentang KUD. Saya menjadi saksi betapa sibuknya pengurus KUD kala itu. Setiap awal bulan, saya pasti antre membayar rekening di KUD.
Tapi itu cerita lama. Sekarang, jejak kebesaran KUD nyaris susah dilacak. Entah karena salah urus, atau dukungan kebijakan pemerintah yang kurang, KUD pelan tapi pasti bergerak mundur hingga gulung tikar.
Setelah KUD bangkrut, koperasi simpan pinjam tumbuh subur menjangkau warga di pelosok desa. Mereka menyediakan kemudahan pinjaman, tapi dengan bunga yang amit-amit. Karena tak ada pilihan lain, warga kampung yang butuh dana segar “lari” ke koperasi ini.
Sulit menemukan organisasi koperasi yang menurut definisinya yakni perserikatan yang bertujuan memenuhi keperluan anggotanya, dengan cara menjual barang keperluan sehari-hari dengan harga murah. Begitu definisi koperasi yang ada dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Menurut data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia, jumlah koperasi aktif di Indonesia per 31 Desember 2018 sebanyak 126.343 koperasi. Dari jumlah itu, terbanyak terdapat di Jawa Timur, sebanyak 24.024 koperasi.
Total jumlah anggota yang berkecimpung di koperasi mencapai 20.049.995 orang. Jika ditotal, volume usaha mencapai Rp 145,862 triliun lebih. Modal sendiri yang dihimpun mencapai Rp 74,904 triliun lebih, sisanya modal dari luar sebanyak Rp 66,222 triliun lebih. Sisa Hasil Usaha yang tercatat lebih dari Rp 6,112 triliun.
Angka yang cukup fantastis sebagai penggerak ekonomi di zaman now. Setelah kangen melihat koperasi sebagai organisasi ekonomi yang memegang teguh prinsip dari, oleh, dan untuk anggotanya, saya kembali menemukannya saat sedang beburu tas dalam jumlah banyak.
Berjumpa Koptasku
Sebagai warga Kota Kretek yang dekat dengan internet, menjelajah dunia maya menjadi pilihan pertama saya mencari sesuatu. Semua berawal dari informasi di dunia maya. Ketika mencari informasi produsen tas di Kota Kudus melalui layar ponsel, pandangan saya berhenti di website Koptasku.
Tertarik dengan salah satu produknya, saya pun meluncur ke lokasi. Sampai akhirnya saya bertemu dengan anggota Koperasi Tas Kurma (Koptasku) di Desa Loram Wetan, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus.
Menarik. Koptasku menjadi “rumah” bersama bagi pelaku usaha kerajinan tas dan dompet di Desa Loram Wetan dan sekitarnya. Seperti dejavu. Seketika memori saya kembali ke era 90-an saat mengenal KUD yang melegenda itu. Kali ini dalam bentuk lain.
Di Kudus, usaha tas berkembang pesat di Desa Loram Wetan, Loram Kulon, dan Getas Pejaten. Di tiga desa tersebut, sudah bermunculan pengusaha besar dengan jaringan pemasaran hingga berbagai daerah di Indonesia.
Namun, banyak perajin tas yang masih kesulitan menembus pasar atau sekedar meningkatkan kualitas produksi. Mereka biasanya perajin baru. Keterbatasan modal menjadi penyebab utamanya. Lewat Koperasi Tas Kurma ini lah, persoalan ketersediaan bahan baku diatasi.
Untuk meningkatkan kualitas, mereka tak segan saling memberikan masukan terkait produk masing-masing. Uniknya lagi, para anggota bisa memperluas jaringan pemasaran melalui koperasi tersebut. Salah satunya melalui fasilitasi pameran yang digelar oleh pemerintah daerah dan website.
Dari website dan pameran itu lah jejaring usaha dibentuk. Tak sedikit order yang datang dari dua pintu tersebut.
Aneka tas produksi perajin anggota Koperasi Tas Kurma (koptasku) |
Salah satunya dengan mewajibkan setiap anggota membuat desain sendiri tas produknya. Para pengurus dan anggota lainnya akan memberi masukan bagian mana yang harus diperbaiki. Setelah disetujui, tas perajin akan dilabeli dengan merek Cintek.
Cintek merupakan merek bersama, kepanjangan dari Centra Industri Tas Kudus. Setiap tas diberi kode sendiri. Saat ada pesanan untuk tas kode tertentu, koperasi pun tau siapa yang membuatnya.
Dengan aktif di koperasi, para anggota yang rata-rata masih berusia muda mampu menekan biaya produksi. Misalnya dalam pembelian bahan baku. Karena jumlah anggota banyak, koperasi membeli bahan baku dalam jumlah banyak. Harganya pun lebih murah, ketimbang jika para perajin membeli bahan baku sendiri-sendiri.
Selain memasok tas ke koperasi, perajin juga dibebaskan menjual tas produksinya ke pedagang secara langsung. Dengan catatan, desain untuk dijual ke pedagang harus berbeda dengan model yang dijual melalui koperasi.
Koperasi ini membuktikan mewujudkan mimpi bersama melalui koperasi bukan hal yang mustahil. Mereka yakin, koperasi sebagai sebuah organisasi ekonomi yang berdasarkan asas kekeluargaan adalah nilai plus di era yang serba cepat ini.
Ibarat rumah tempat berkumpulnya keluarga. Tidak ada atasan atau bawahan. Koperasi dibangun untuk kepentingan bersama. Persis seperti pesan Bung Hatta, Bapak Koperasi Indonesia. Pendamping Bung Karno di awal kemerdekaan RI ini pernah berkata :
“Dasar Kekeluargaan itu lah dasar hubungan istimewa pada koperasi. Di sini tidak ada majikan dan buruh, melainkan usaha bersama di antara mereka yang sama kepentingan dan tujuannya,”.
Berkaca dari kondisi sosial zaman kekinian, kekeluargaan dan kesetaraan bakal menjadi dua aspek daya tarik koperasi zaman now. Di tangan milenial, koperasi tentu akan bertransformasi menjadi bentuk yang lebih segar, namun tetap memegang prinsip dan asas koperasi.
Bukankah di Indonesia, sejarah dan tren selalu saja berulang?
Referensi :
-depkop.go.id/data-koperasi
-https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/07/25/berapa-jumlah-koperasi-di-indonesia
-Hatta Jejak Yang Melampaui Zaman, Seri Buku Saku Tempo Bapak Bangsa
0 komentar:
Posting Komentar