BAGAS langsung duduk bersila, berbaur dengan puluhan anak lainnya di halaman sebuah rumah di Desa Karangmalang, Kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus, Minggu (12/5) sore. Bocah sepuluh tahun itu awalnya terlihat malu-malu karena datang terlambat.
Namun setelah mendengar ajakan temannya untuk segera duduk, ia pun tak canggung segera bergabung. Sore itu, Bagas dan anak-anak Desa Karangmalang terlihat gembira mengikuti acara Ngabuburead.
Kegiatan kreatif itu digagas Komunitas Gubug Warna. Ngabuburead diambil dari gabungan dua kata ngabuburit (sore menunggu berbuka) dan “read” bahasa inggris yang berarti membaca.
Ngabuburead secara khusus digelar untuk mengisi kegiatan anak-anak menjelang bedug magrib di bulan Ramadan. Selain membaca buku, anak-anak diajak bermain kreatif membuat sapu tangan celup warna-warni, kreasi bunga, menari tari kretek, dan permainan akustik.
Keseruan anak-anak Minggu sore itu hanya bisa dihentikan oleh bedug diiringi kumandang azan magrib tanda berbuka puasa tiba. “Ayo saatnya berbuka. Jangan berebut, semua pasti mendapat,” seru Hendro Wibowo (28), pengagas Gubug Warna.
BACA JUGA :
Komunitas Kereta Pelangi Daur Ulang Sampah untuk PendidikanPerangi Perang Dengan Lagu
Komunitas Gubug Warna berdiri sekitar Juni 2017. Gubug Warna kini menjadi tempat bermain dan belajar anak-anak Desa Karangmalang. “Bermain memang kami utamakan, termasuk dalam belajar. Dengan bermain anak-anak bisa lebih betah dan menangkap isi pelajaran yang diberikan,” katanya.
Gewol, panggilan akrab Hendro Wibowo menggagas Gubug Warna setelah lama aktif bersama komunitas Omah Aksi (OA) Kudus. Di saat berkecimpung di dunia literasi, sosial, dan pendidikan anak bersama OA itulah, Gewol membayangkan kenapa tidak membuat komunitas serupa di desanya.
“Saat itu saya berfikir jika hanya bersama OA, maka anak-anak di sekitar lingkungan OA yang mendapatkan manfaatnya. Mengapa saya tidak pulang dan mendirikan komunitas serupa di desa saya,” katanya.
Niat itu didukung relawan OA lainnya. Bahkan, sejumlah relawan OA lainnya juga tertarik mendirikan komunitas serupa di desanya masing-masing. Dengan mendirikan komunitas literasi di desa masing-masing, lanjut Gewol, manfaatnya akan semakin banyak, jejaring pun semakin luas.
Mengajak sejumlah teman dan tetangganya, mulailah Gewol mendirikan Gubug Warna dengan memanfaatkan rumah warga untuk “gubug” bermain. Setiap berkegiatan, Gewol tak lupa melibatkan komunitas-komunitas anak muda di Kudus.
Dengan saling berjejaring, anak-anak muda di lintas komunitas itu pun saling gotong royong setiap menggelar kegiatan. Tak hanya soal dana untuk kegiatan, mereka pun saling membantu untuk mengumpulkan donasi seperti buku bacaan hingga perlengkapan untuk permainan anak. Saling bantu ini sudah menjadi hal yang biasa.
Pada acara Ngabuburead itu misalnya, Gubug Warna menggandeng mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Muria Kudus (PGSD UMK), komunitas Pustaka Jalanan, serta komunitas musik kenalannya.
Biaya
Gewol dan rekan-rekannya tak terlalu memusingkan hal pembiayaan. Ia yakin, uang ada di mana-mana. Buktinya saat akan menggelar kegiatan seperti Ngabuburead itu, banyak rekan yang secara sukarela membantu baik uang, tempat, maupun makanan.
“Setiap kegiatan, kami tekankan uang donasi harus habis dimanfaatkan untuk kegiatan. Jangan sampai ada sisa uang kas,” katanya.
Gubug Warna semula bermarkas di sebuah rumah berarsitektur joglo di Karangmalang. Namun karena belum lama ini rumah itu kembali digunakan oleh pemiliknya, Gewol dan rekan-rekannya pun berinisiatif menggunakan rumah-rumah warga.
Ide itu direspons positif warga Karangmalang. Jadilah setiap kegiatan, warga yang memiliki rumah dengan halaman luas, dijadikan tempat bermain dan belajar anak-anak komunitas Gubug Warna.
Secara tidak langsung, kegiatan dari rumah ke rumah warga itu juga sekaligus menebar virus budaya literasi keluarga. “Karena berpindah-pindah tempat, muncul kesadaran orang tua untuk mendukung aktivitas anak dalam belajar, sekaligus mendampingi anak-anaknya,” katanya.
Tak hanya asyik dengan kegiatannya, Gubug Warna juga sering dilibatkan Pemerintah Desa Karangmalang. Terutama untuk kegiatan kreatif anak-anak muda. Adi (47), warga Karangmalang mengapresiasi kegiatan komunitas itu.
“Di saat anak-anak sering sibuk dengan ponsel, kegiatan kreatif apalagi untuk meningkatkan minat baca perlu digalakkan. Saya sebagai orang tua mengapreasiasi anak-anak muda Gubug Warna yang peduli pada pendidikan anak di desa kami,” katanya.
Aktivitas Komunitas Gubug Warna itu memberikan pengalaman baru bagi Sofi Famala (20). Mahasiswi PGSD UMK itu semula mau bekerjasama dengan Gubug Warna sebatas untuk memenuhi tugas kuliah.
“Kami tertarik setelah melihat dokumentasi kegiatan mereka di media sosial. Melihat antusiasme anak-anak, sepertinya kami akan sering-sering terlibat di kegiatan Gubug Warna,” katanya.
*) tulisan ini tayang di halaman Kudus Suara Merdeka, Senin (13/5/2019)
0 komentar:
Posting Komentar