Di saat banjir diskon saat pesta hari belanja online nasional (harbolnas) akhir tahun ini, siapa yang tak gelap mata mendapat pesan singkat mengabarkan bakal mendapat hadiah. Ibarat kata : Mendapat durian runtuh. Lumayan untuk tambahan amunisi untuk menghadapi godaan Harbolnas.
Tapi tunggu dulu. Jika pesan singkat itu dituruti, pastinya bukan untung yang didapat. Daripada menyesal, abaikan saja pesan singkat seperti itu. Pesan singkat serupa sarat dengan keanehan. Pertama, coba kita ingat-ingat dulu, kapan kita pernah ikut lomba? Kok tiba-tiba diumumkan menjadi pemenang. Jika tidak pernah, abaikan...!
Apalagi melihat laman yang masih menggunakan layanan blogspot. Perusahaan bonafide, pasti menggunakan laman website misalnya www (dot) nama perusahaan (dot) com, id, net atau yang lainnya. Jelas-jelas ini modus penipuan.
Pesan lainnya juga masuk. Isinya tak kalah menggiurkan. “PROMO CUCI Gudang (menyebut nama toko elektronik” Dptkan Handphone SAMSUNG, IPHONE, OPPO, VIVO dgn harga Murah Cuma 750.000 & laptop 1 jt. Yg Minat Silahkan chat WA (menyebutkan nomor telepon)”
Sudah tuntas baca, abaikan, lanjut cuci mata di toko online langganan...!
Mengabaikan pesan singkat,atau email, yang mencurigakan memang wajib kita lakukan. Entah dari mana pengirim pesan bisa mendapat nomor telepon atau email pribadi kita. Namun, seringnya kita bertransaksi online atau menggunakan layanan aplikasi, bisa menjadi pintu masuk mereka untuk mengakses data pribadi kita.
Sekali lagi, kehati-hatian kita sebagai konsumen mutlak diperlukan agar aman bertransaksi. Di tengah tsunami atau membanjirnya kemudahan layanan aplikasi teknologi saat ini, memperkaya literasi digital adalah harga mati.
Banyak situs atau website yang menjabarkan tentang Perlindungan Konsumen agar #amanbertransaksi via online. Salah satu rujukan literasi yang lengkap dan kredibel, bisa kita akses di laman Bank Indonesia.
Di situs itu, berbagai layanan dan tips keamanan bertransaksi secara virtual disajikan lengkap dan detil. Yang kita perlukan adalah menyisihkanwaktu, menyempatkan diri untuk membacanya dengan cermat.
Pada halaman website Bank Indonesia aman bertransaksi edukasi perlindungan konsumen, BI sebagai bank sentral Indonesia mewanti-wanti agar konsumen berhati-hati khususnya dalam menyimpan kartu debit atau kredit.
Sebagai konsumen, kita juga harus memastikan layanan e-commerce yang digunakan telah memiliki sertifikat kemanan (verified). Perlu juga memanfaatkan fitur keamanan tambahan seperti 3-D secure untuk melakukan transaksi ecommerce.
Sistem bank akan mengirimkan kode sekali pakai atau One Time Password (OTP) melalui SMS ke nomor telepon atau email nasabah pada saat nasabah akan melakukaan transaksi online.
Yang lebih penting lagi, jangan memberikan informasi penting seperti nomor kartu, tanggal expired kartu dan kode pengaman katu (CVV atau CVC) kepada siapa pun melalui media apa pun. Terakhir, jangan memberikan username dan password kepada pihak lain yang tidak bertanggung jawab.
Tak butuh waktu lama untuk membaca dan memahami isi “turorial” aman bertransaksi tersebutkan? Daripada menyesal, tidak ada ruginya banyak membaca, memperkaya literasi teknologi digital agar kita semakin tenang dan aman bertransaksi.
Regulasi Pemerintah
Di sisi lain, Pemerintah juga perlu memperkuat regulasi dan penindakan oknum-oknum yang menyalahgunakan data pribadi kita. Pemerintah perlu membuat perangkat yang fokus mengidentifikasi pencurian data via daring (online).
Dengan perkembangan teknologi saat ini, upaya itu bukan hal yang sulit dan mustahil dilakukan. Apalagi oleh Pemerintah dengan segala perangkatnya. Pemerintah maupun pihak yang memiliki kewenangan, juga perlu melakukan verifikasi terhadap penyedia layanan belanja online, atau jasa digital lainnya, yang dari tahun ke tahun semakin menjamur.
Keluhan atau testimoni konsumen yang banyak berseliweran di media sosial, sudah cukup menjadi pijakan awal dalam menindak penyedia jasa nakal. Seringnya, testimoni atau keluhan konsumen justru menjadi amunisi penyedia layanan untuk “mengkriminalisasi” konsumen dengan dalih pelanggaran UU ITE.
Jika perlu, pemerintah melalui kementerian terkait membentuk lembaga atau otoritas yang secara khusus memantau aktivitas transaksi online. Lembaga tersebut secara rutin perlu mengumumkan ke publik penyedia jasa layanan mana saja yang mendapat teguran atau sanksi tegas.
Peringatan itu penting bagi konsumen sebagai referensi penyedia jasa mana yang terpercaya. Pemerintah sekaligus memperkuat peran lembaga perlindungan konsumen tak hanya sebatas transaksi di dunia nyata, namun juga transaksi di dunia maya.
Disadari atau tidak, masih seringnya kita mendapatkan sms dan telepon pengumuman undian abal-abal, atau pun penawaran jasa asuransi atau yang lain, membuktikan data pribadi kita belum sepenuhnya aman dari jangkauan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Selain berhati-hati memberikan data pribadi kepada pihak lain, memperkaya literasi teknologi digital penting untuk membentengi diri menghadapiderasnya tsunami layanan kemudahan transaksi via online.
0 komentar:
Posting Komentar