SETELAH hanya bisa melihat pentas kelompok Teater Tanah Air (TTA) di berita televisi atau channel youtube, akhirnya saya berkesempatan menonton akting anak-anak hebat ini secara langsung.
Mereka mementaskan lakon “Help” karya Putu Wijaya di GOR Djarum Kaliputu, Kudus, Sabtu 17 November 2018 malam. Lewat Help, TTA ingin menyerukan dihentikannya perang di penjuru dunia.
Perang tidak sekedar urusan para orang dewasa. Justru anak-anak lah yang paling dirugikan dari peperangan yang terjadi. Begitu kira-kira pesan yang ingin disampaikan kelompok teater yang mayoritas pemainnya masih kanak-kanak tersebut.
Seperti yang sudah-sudah, kelompok teater yang baru menyabet juara di Jerman ini menyuguhkan akting dalam balutan pementasan teater musikal. Sebanyak 17 anak dibantu dua kru lighting (lampu) yang tampil di panggung. Penonton juga “membantu” pementasan TTA makam itu.
Dikisahkan, dua “penjahat” yang menyaru sebagai robot alien berniat mencuri bulan. Anak-anak yang tak ingin kehilangan bulan pun bahu membahu mengusir robot jahat itu. Bulan bagi anak-anak, merupakan representasi kebahagiaan dan mimpi yang harus dipertahankan.
Lewat syair-syair lagu, mereka mengecam dan menyerukan agar segala bentuk perang segera dihentikan.
Di dunia selamatkan bumi hanya bisa memakai hati
Jangan lupa hapuskan benci
hanya bisa dengan menari
Bulan purnama membantu kita
Sudah waktunya hentikan perang
Dengan lagu ini hapuskan perang
Sama-sama memikul duka
Sama-sama rasa berbagi suka
Uniknya TTA tampil “mengacaukan” pakem-pakem teater yang banyak diajarkan. Seperti misalnya dua kru lighting yang berdiri di depan panggung sembari menyorotkan lampu ke para pemain. Kehadiran mereka memang mengga
Dalam satu adengan seorang kru lampu masuk ke panggung bermain dengan para pemain. Ketika berusaha menangkap dua tokoh jahat robot pencuri bulan, pemain pun turun ke panggung mengajak penonton ikut membantu.
Sekat panggung dan penonton pun tak ada lagi. Para penonton ikut dalam permainan akting pemain TTA. “Saat pentas di Jerman, konsep ini membuat para seniman dunia terkaget-kaget. Pentas kami bahkan menjadi kajian seniman-seniman di sana,” kata Jose Rizal Manua, sutradara Teater Tanah Air.
Usai pementasan, sutradara gaek ini banyak mengupas model pertunjukan ala kelompok teater yang banyak penyabet penghargaan internasional itu. Menurutnya, teater anak-anak berbeda dari teater dewasa. Sebagai sutradara, ia tak mungkin mengarahkan anak-anak berakting layaknya aktor dewasa.
Di kelompok teater yang pernah pentas di gedung PBB itu, anak-anak dibebaskan dalam mengimajinasikan aktingnya. Dalam proses latihan misalnya, metode bermain-main dengan imajinasi menjadi menu utamanya. Jose mencontohkan, dalam sebuah latihan anak-anak diajak berimajinasi bagaimana jika tiba-tiba ada lebah yang menyerang.
“Mereka bebas mengekspresikan baigama harus menghindar dari sengatan lebah. Berikutnya anak-anak membayangkan jika lebah yang menyerang jumlahnya ribuan, puluhan ribu, hingga ratusan ribu. Setelahnya, bagaimana jika mereka yang menjadi lebah. Bagaimana mereka menyerang orang,” katanya.
Dari latihan imajinasi itu, maka seluruh motorik anak bekerja sesuai imajinasi yang dibayangkan. Bagi Jose Rizal Manua, akting yang baik adalah ketika seluruh tubuhnya ikut bermain.
Ekspresi takut atau marah tidak hanya ditunjukkan lewat mimik wajah saja. Tangan, kaki, badan, harus bergerak menunjukkan ekspresi ketakuran. Urusan koreografi, baru diberikan ketika musik dan lagu sudah jadi.
“Tak apa-apa jika ada anak yang tidak hafal tariannya. Yang penting bagaimana membangkitkan semangat mereka untuk mengeksplorasikan diri,” katanya.
Usai pentas di Kudus, TTA kini menyiapkan pentas pertunjukan “Help” di Taman Ismail Marzuki (TIM), Desember mendatang. Pertunjukan akhir tahun nanti akan dikemas berbeda menggunakan teknologi mapping panggung.
Dalam satu adengan seorang kru lampu masuk ke panggung bermain dengan para pemain. Ketika berusaha menangkap dua tokoh jahat robot pencuri bulan, pemain pun turun ke panggung mengajak penonton ikut membantu.
Sekat panggung dan penonton pun tak ada lagi. Para penonton ikut dalam permainan akting pemain TTA. “Saat pentas di Jerman, konsep ini membuat para seniman dunia terkaget-kaget. Pentas kami bahkan menjadi kajian seniman-seniman di sana,” kata Jose Rizal Manua, sutradara Teater Tanah Air.
Usai pementasan, sutradara gaek ini banyak mengupas model pertunjukan ala kelompok teater yang banyak penyabet penghargaan internasional itu. Menurutnya, teater anak-anak berbeda dari teater dewasa. Sebagai sutradara, ia tak mungkin mengarahkan anak-anak berakting layaknya aktor dewasa.
Di kelompok teater yang pernah pentas di gedung PBB itu, anak-anak dibebaskan dalam mengimajinasikan aktingnya. Dalam proses latihan misalnya, metode bermain-main dengan imajinasi menjadi menu utamanya. Jose mencontohkan, dalam sebuah latihan anak-anak diajak berimajinasi bagaimana jika tiba-tiba ada lebah yang menyerang.
“Mereka bebas mengekspresikan baigama harus menghindar dari sengatan lebah. Berikutnya anak-anak membayangkan jika lebah yang menyerang jumlahnya ribuan, puluhan ribu, hingga ratusan ribu. Setelahnya, bagaimana jika mereka yang menjadi lebah. Bagaimana mereka menyerang orang,” katanya.
Dari latihan imajinasi itu, maka seluruh motorik anak bekerja sesuai imajinasi yang dibayangkan. Bagi Jose Rizal Manua, akting yang baik adalah ketika seluruh tubuhnya ikut bermain.
Ekspresi takut atau marah tidak hanya ditunjukkan lewat mimik wajah saja. Tangan, kaki, badan, harus bergerak menunjukkan ekspresi ketakuran. Urusan koreografi, baru diberikan ketika musik dan lagu sudah jadi.
“Tak apa-apa jika ada anak yang tidak hafal tariannya. Yang penting bagaimana membangkitkan semangat mereka untuk mengeksplorasikan diri,” katanya.
Usai pentas di Kudus, TTA kini menyiapkan pentas pertunjukan “Help” di Taman Ismail Marzuki (TIM), Desember mendatang. Pertunjukan akhir tahun nanti akan dikemas berbeda menggunakan teknologi mapping panggung.
Melihat pentas mereka, pertunjukan teater harusnya menjadi ladang bergembira bagi anak-anak. Pelatih memang harus bersabar dan bekerja keras bagaimana membangkitkan semangat dan imajinasi anak-anak. Referensi penting bagi yang kerap menyerukan Teater Untuk Pendidikan.
0 komentar:
Posting Komentar