Air hujan ditampung melalui talang air, dialirkan ke bak penampung. Dengan jaringan istalasi pipa, air dialirkan ke kebun dengan cara buka tutup keran.
HUJAN adalah berkah, tapi sekaligus musibah. Berkah bagi mereka yang bisa mengelola dan memanfaatkannya. Bisa menjadi musibah jika tak terkelola dengan baik. Mengelola air hujan banyak caranya.
Seperti yang dilakukan anak-anak SMP 1 Bae Kabupaten Kudus. Mereka bersama-sama memanen hujan untuk menghidupkan beraneka ragam tanaman pangan. Mereka juga menabung air buangan untuk beternak lele.
========
MUHAMMAD Lutfi Ainul Yaqin (13), bergegas ke musala sekolah begitu mendengar suara azan zuhur, Rabu (8/2). Bersama rekan-rekannya satu kelas, pelajar kelas VIII SMP 1 Bae ini, mengikuti kegiatan shalat zuhur berjamaah tepat waktu di musala sekolah.
Bersama para guru, mereka pun sejenak meninggalkan aktivitas belajar, untuk beribadah di musala sekolah. “Sudah biasa seperti ini. Setiap kelas diberi kesempatan salat tepat waktu setiap hari. Lainnya boleh salat saat jam istirahat,” katanya.
Aktivitas pelajar SMP 1 Bae itu terkesan biasa saja. Terlebih salat memang menjadi kewajiban umat Islam. Yang menarik adalah, bagaimana mereka memperlakukan air buangan bekas wudu. Air itu dialirkan melalui pipa paralon ke kolam yang berada di sebelah utara musala.
Di kolam itu, mereka membudidayakan ikan lele. Menariknya lagi, saat air kolam penuh, secara otomatis akan mengalir ke jaringan pipa paralon yang dipasang memanjang bercabang-cabang ke arah utara. Sistem aliran air ini, menurut Kepala SMP 1 Bae Jarno (56), dinamainya over flow system.
“Saat ada orang yang wudu, air akan mengalir ke kolam. Saat kolam penuh, air akan mengalir melewati pipa paralon menuju pot atau polibag tanaman. Jadi air tidak terbuang percuma. Bisa untuk budidaya ikan lele sekaligus menyirami tanaman,” kata Jarno.
Di setiap cabangnya, jaringan paralon itu sengaja diarahkan ke pot dan polibag berisi tanaman. Ada tanaman cabai, kacang panjang, hingga tanaman empon-empon (bumbu dapur – Red). Deretan tanaman kacang panjang dibuat ala vertical garden di sepanjang tembok sekolah.
BACA JUGA : TRADISI UNIK MENJAGA MATA AIR
Tak hanya air buangan saja, SMP 1 Bae juga tak membiarkan air hujan lewat begitu saja. Hujan dimaknai sebagai berkah pemberian Tuhan. Namun bagi sebagian orang, hujan yang dinantikan justru membawa dampak bencana di mana-mana. Banjir hingga tanah longsor. Sebagian lainnya melihat hujan hanya sebagai fenomena yang biasa.
Bagi pelajar di SMP 1 Bae Kabupaten Kudus, hujan adalah kesempatan emas untuk memanen air yang melimpah ruah. Caranya, air dari atap ruang kelas dialirkan ke talang. Jika biasanya air hujan langsung terbuang ke tanah, di sini air diarahkan mengalir ke pipa paralon menuju bak penampungan air di bawahnya.
Dari tandon air ini, dipasang jaringan pipa yang mengalirkan air ke areal kebun sekolah. “Ada tiga bak penampung air hujan, berikut jaringannya. Yang semuanya dioperasikan tanpa menggunakan listrik,” ujarnya.
Ide memanen air hujan dan menabung air buangan berawal dari sulitnya SMP 1 mendapat air di musim kemarau. Saat itu, tanaman yang tumbuh di sekolah pun mati mengering. Lingkungan sekolah menjadi gersang.
Belum lagi air kiriman PDAM hanya mengalir pada malam hari. Tak ingin kejadian itu terus berulang, Jarno dan para guru, dibantu murid sekolah itu, menginisiasi pembuatan sumur resapan, tahun lalu.
Air buangan (bekas wudlu dll) dialirkan ke kolam ikan lele. Ketika air kolam penuh, akan mengalir melalui instalasi pipa menuju ke pot-pot tanaman
vertical garden ala SMP 1 Bae. Tali sengaja menggunakan kain perca agar bisa menyerap air, sehingga bisa bermanfaat untuk pertumbuhan akar tanaman
Bermodal uang Rp 1,5 juta yang diambilkan dari anggaran Bantuan Operasional Sekolah (BOS), sekolah itu pun mulai membangun sumur resapan. “Kami diperbolehkan menggunakan anggaran BOS karena sumur resapan ini sekaligus menjadi media pembelajaran siswa,” kata Jarno.
Bedanya dengan sumur resapan lainnya, Jarno meminta dibuat jaringan pipa untuk menyirami tanaman. “Sumur resapan pada umumnya, air langsung meresap ke tanah. Tapi disini air yang tertampung kami manfaatkan untuk menyirami tanaman dan budidaya ikan lele,” katanya.
Kini, lingkungan SMP 1 Kudus lebih asri. Mereka pun sudah menikmati hasil dari panen cabai dan kacang panjang. Setelah setahun berhasil diterapkan, Jarno berinisiatif mengajak orang tua murid sekolahnya menerapkan hal serupa di rumahnya masing-masing.
“SMP 1 Bae memiliki sebanyak 775 siswa dan 57 guru dan karyawan. Jika mereka memiliki sumur resapan di rumahnya masing-masing, tentu akan bermanfaat bagi alam,” katanya.
Pada pertemuan dengan orang tua murid yang bakal digelar dalam waktu dekat ini, Jarno berniat memaparkan inovasi yang dilakukan sekolahnya tersebut. Inovasi pengelolaan air hujan dan limbah yang diterapkan SMP 1 Bae ini pun mendapat apresiasi positif dari Pemkab Kudus.
Inovasi itu didaftarkan pada kompetisi inovasi layanan publik yang digelar Kementerian PAN dan RB. Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kudus Joko Susilo mengapresiasi langkah inovasi yang dimulai dari lingkungan sekolah. “Apa pun model inovasinya, sepanjang bermanfaat bagi masyarakat tentu akan kami dukung penuh,” katanya.
*) terbit di Suara Muria (Suara Merdeka), Kamis 9 Februari 2017
|
0 komentar:
Posting Komentar